Jumat, 23 Oktober 2009

Culture Shock


Culture shock secara umum didefinisikan sebagai suatu pengalaman emosional yang dialami seseorang saat tinggal di negara yang berbeda. Namun culture shock sebetulnya terjadi juga dalam konteks yang lebih luas. Setiap kali kita masuk ke dalam lingkungan, situasi, atau hubungan antarmanusia yang baru, culture shock tidak bisa dielakkan. Tentu bentuk, intensitas, dan lamanya tidak akan sama untuk setiap orang.

Culture shock bisa diatasi dengan terlebih dulu mengidentifikasi bahwa kita mengalaminya dan dengan memahami apa yang terjadi. Tanpa pemahaman yang benar mengenai culture shock, kita dapat membuat keputusan-keputusan yang salah.
Hal pertama yang perlu dipahami yang berkaitan dengan culture shock adalah bahwa ada tahapan-tahapan yang harus kita lalui dalam proses penyesuaian dengan budaya, tempat, atau orang baru.

Tahap-tahap culture shock :

1. Tahap bulan madu
Dalam tahap ini kita merasa "excited". Segala sesuatu terlihat menarik. Masa depan terlihat menjanjikan. Perbedaan-perbedaan belum terlihat jelas.

2. Tahap culture shock
Masalah mulai terasa. Mengalami hal-hal tidak terduga. Perbedaan-perbedaan, besar ataupun kecil, menjadi hal yang sulit untuk dihadapi. Perlu usaha lebih untuk memahami dan berjalan dengan perbedaan-perbedaan itu. Misunderstanding banyak terjadi. Merindukan hal-hal yang familiar, "yang lama", dan mengeluh tentang "yang baru" ("Orang(-orang) ini tampaknya tidak tahu atau tidak peduli dengan apa yang saya alami. Dia (mereka) hanya mementingkan diri sendiri, tidak sensitif. Saya tidak suka dia (mereka)."), lalu menarik diri.
Efek dari culture shock bagi setiap orang beragam, mulai dari ketidaknyamanan ringan, homesickness, ketidakbahagiaan, bahkan yang ekstrim adalah kepanikan psikis. Sering kali "penderita" tidak mengerti apa yang sedang dialaminya, hanya tahu bahwa ada yang salah dan dia merasa menderita.

Setiap orang tumbuh dengan pengenalan bahasa, gestures, ekspresi wajah, atau kebiasaan-kebiasaan tertentu yang menjadi bagian budayanya dan keyakinannya. Kenyamanan kita bergantung pada hal-hal tersebut. Saat seseorang memasuki sebuah budaya yang berbeda, semua atau sebagian besar dari hal-hal yang familiar itu hilang. Dia menjadi seperti 'a fish out of water'. Orang yang paling open-minded sekali pun akan merasa kenyamanannya terganggu.

3. Tahap pemulihan
Saat kita berhasil melewati tahap culture shock, kita akan mulai lebih terampil berkomunikasi dengan 'bahasa yang baru' dalam konteks yang baru. Dalam tahap ini kita mulai bisa memahami dan menerima perbedaan-perbedaan, dan dapat beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru. Misunderstanding masih bisa terjadi, tetapi lebih mudah diatasi.

4. Tahap stabilitas
Pada akhirnya masing-masing pihak dapat menerima keberadaan pihak yang lain, bahkan menikmati. Perbedaan-perbedaan tidak lagi membuat kita terganggu, bahkan kita dapat melihatnya dengan sense of humor. Beberapa kebiasaan baru bahkan diadopsi.

Mengatasi culture shock:
- Jika terjadi pada diri kita, jangan merasa aneh atau abnormal. Justru abnormal jika tidak mengalaminya.
- Jangan hanya duduk dan bersikap negatif, karena itu hanya akan memperpanjang dan memperdalam 'kesedihan'.
- Coba untuk tidak bersikap judgmental. Setiap orang punya kecenderungan untuk berpikir bahwa budaya atau kebiasaannya lebih baik dari yang lain.
- Usahakan untuk melihat sisi terbaik, bukan terburuk, dari situasi yang sedang dihadapi.

Kesimpulan

Ingat bahwa culture shock mengajar kita untuk lebih memahami diri sendiri dan orang lain.